Selasa, 15 Oktober 2013

Softskill Bahasa Indonesia. Penalaran



KONTROVERSI MOBIL MURAH
LOW COST GREEN CAR
(LCGC)





Nama : Tri Winarti
Kelas : 3EB02
NPM : 27211177

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
DEPOK
2013/2014

KATA PENGANTAR
            Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas kontroversi yang terjadi sekitar adanya mobil murah atau low cost green car (LCGC).
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.



Depok, Oktober 2013

          Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Sulitnya menjaga kestabilan ekonomi di suatu Negara, terutama Indonesia. Belum kelar masalah naiknya harga dollar rupiah, malah membuat banyaknya dampak dampak ekonomi yang lain bermunculan. Contohnya mobil murah atau LCGC (low cost green car) ini. Para pengusaha otomotif bersaingan memunculkan mobil LCGC mereka karna pemerintah pusat lah yang memberlakukan dengan dalih salah satu usaha untuk menaikkan ekonomi Negara. Banyak pro dan kontra pun terjadi terhadap para konsumen yang merasa diuntungkan dengan harga mobil murah yang terjangkau ini, tidak sedikit yang rela memakai bahan bakar Pertamax pun karna bahan bakar mobil LCGC ini sangatlah irit. Namun banyak juga yang tidak setuju karna akan menambah banyaknya kendaraan pribadi dijalanan yang mana akan berdampak kepada makin macetnya jalanan di Jakarta
1.2  Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulis menuliskan makalah ini selain karna untuk menyelesaikan tugas dari salah satu mata kuliah yang dijalankan, juga untuk memberikan informasi atau menambah pengetahuan pembaca akan mobil murah LCGC.






BAB 2
PEMBAHASAN

Baru baru ini pemerintah pusat memberlakukan adanya mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC). Dengan ditetapkannya konsep LCGC pemerintah tersebut, produsen yang mengikuti program tersebut pun memang didesak untuk mengembangkan model baru yang dikhususukan untuk mobil murah.
Ada tiga model dari produk LCGC ini yang sudah diterbitkan. Astra Toyota dan Astra Daihatsu mengeluarkan Agya dan Ayla yang mana adalah produk benar benar baru yang diciptakan khusus sesuai karakter serta kebutuhan masyarakat Indonesia. Sedangkan Honda mengeluarkan Brio Satya yang adalah model lama namun dibuat versi LCGC.  Harga dari Agya dikisarkan dengan harga Rp99.900.000 hingga Rp120.750.000, sedangkan Ayla dipasarkan dengan harga Rp76.500.000 hingga Rp.114.150.000, dan Biro Satya berada di kisaran Rp106.000.000 hingga Rp117.000.000.
Baru saja dipasarkan pada 24 September lalu mobil murah ini pada ajang pameran otomotif Indonesia International Motor Show 2013 (IIMS) di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, mobil ini langsung dipenuhi oleh pengunjung dan peminat yang datang. Dengan ukurannya yang kecil dan irit bahan bakar, banyak peminat yang langsung memesan pun harus menunggu antrian pesanan.  Saat ini competitor terkuat adalah Agya dan Brio Satya, meski dari kapasitas mesin Honda Brio Satya lebih unggul yakni 1.200cc dibanding Agya yang hanya 1.000cc. Agya lebih unggul karena tersedia varian matik, sedangkan Brio Satya hanya ada transmisi manual. Namun begitu, keduanya sama-sama dilengkapi dengan airbag (kantung udara).
Awal mula sasaran mobil murah ini adalah masyarakat pedesaan yang menginginkan transportasi yang murah, handal, dan bisa dipakai di medan pedesaan. Tapi mau bagaimanapun, fakta sudah terjadi Jakarta lah yang paling banyak sudah memesan mobil LCGC ini. Tahun ini produsen memproduksi 30-40ribu unit mobil murah. Agya dan Ayla mengaku sudah mendapat pesanan 23ribu unit, antara 65% hingga 75% pemesan itu berasal dari Jabodetabek.
Kehadiran LCGC menuai kontroversi saat sejumlah kepala daerah seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Walikota Bandung Ridwan Kamil, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menolak kehadiran mobil LCGC ini. Mereka beranggapan ini akan memperparah kemacetan dan membebani subsidi bahan bakar minyak (BBM). Wakil Presiden Boediono berkukuh mengatakan mobil murah ini “hanya” menambah 3% kendaraan yang ada saat ini, kemacetan tak boleh diatasi dengan mengorbankan kepentingan industri yang dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi.
Kemacetan merupakan masalah besar bagi DKI Jakarta, Jakarta telah menyiapkan 6 langkah untuk menanggulangi kemacetan tersebut, yakni sebagai berikut:
·         Sistem bayar untuk masuk jalanan tertentu (electronic road pricing atau ERP)
·         Menaikkan tarif parkir di pusat kota
·         Pembatasan penggunaan mobil dengan nomor ganjil-genap
·         Membangun mass rapid transit (MRT)
·         Monorel
·         Serta memperbaiki busway
Ada lagi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempunyai jurus jitu mengantisipasi kehadiran mobil murah di Ibu Kota. Dia menjelaskan, Pemerintah Provinsi DKI akan meminta Kementrian Keuangan untuk memasukkan syarat pajak penghasilan dalam setiap pembelian mobil, terutama mobil murah. Setiap orang yang mampu membeli mobil seharga Rp 100 juta, atau berarti berpenghasilan di atas Rp 50 juta-Rp 100 juta per tahun, akan dikenai pajak sebesar 20 persen dari pajak penghasilannya.
Kebijakan tersebut, kata dia, telah sesuai dengan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Peraturan itu menyebutkan, penghasilan di atas Rp 50 juta-Rp 250 juta per tahun dikenai pajak sebesar 15 persen. Kemudian penghasilan di atas Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenai pajak 25 persen, dan penghasilan di atas Rp 500 juta dikenai pajak hingga 30 persen.
Sementara itu dari setiap pajak yang dibayarkan tersebut, Pemprov DKI memperoleh komisi 20 persen yang masuk ke dalam kas pendapatan daerah. "Kan, lumayan buat beli bus gratis. Yang jelas dari Rp 30 juta yang sudah dibayar, kami dapat 20 persen. Artinya, Rp 6 juta masuk kantong kas pemda," ujarnya.
Dengan itu, apabila ada 10.000 orang yang membeli mobil, dan pajak yang dikenakan adalah Rp30.000.000 dari penghasilan Rp100.000.000 per tahun, artinya pemerintah mendapatkan pendapatan Negara sebesar Rp60.000.000.000. “Jadi begini, Pak Gubernur sudah bilang, kita tidak akan menaikkan macam-macam sebelum transportasi umum nyaman dan banyak. Cuma kasus mobil murah ini, transportasi umumnya belum datang, dia datang duluan. Ya sudah kita sikat dengan pajak gitu,” tutur Basuki.
Selain akan terus mengejar pajak mobil murah, Basuki mengatakan Pemprov DKI akan berupaya mematangkan sistem electronic road pricing (ERP), dengan tarif yang tinggi. Alternatif berikutnya, jangan sampai para pemilik mobil murah itu tidak memiliki garasi di rumahnya. Akibatnya, mobil mereka terparkir di pinggir jalan raya. Apabila hal itu terjadi, Basuki menjamin pihak Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan mencabut pentil ban mobil tersebut.


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan banyaknya pesanan mobil murah LCGC ini, tidak dapat dipungkiri jalanan akan makin dipenuhi kemacetan jika mobil-mobil ini sudah sampai ke tangan para konsumen. Namun jika memang upaya pemerintah dengan mengeluarkan mobil LCGC ini akan menaikkan ekonomi Negara, maka sebaiknya pemerintah pun melaksakan upaya pencegahan dari dampak usaha mereka ini.
3.2 Saran
Jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin mengimbangi pembelian mobil murah, transportasi publik harus dibenahi. Dimulai dari pelayanan bus Transjakarta yang harus diperbagus, pembangunan monorel dan MRT dipercepat, hingga penerapan sistem genap-ganjil dan jalan berbayar



DAFTAR PUSTAKA