Kamis, 15 Maret 2012

Sistem Ekonomi Liberalis & Campuran

A.    Sistem Ekonomi Liberal ( Pasar Bebas )
Sistem ekonomi liberal / pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sistem ini sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Ciri dari sistem ekonomi liberal / pasar adalah :
1.      Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal.
2.      Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya.
3.      Aktivitas ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba.
4.      Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta).
5.      Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar.
6.      Persaingan dilakukan secara bebas.
7.      Peranan modal sangat vital.
Kebaikan dari sistem ekonomi liberal antara lain :
1.      Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi.
2.      Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi.
3.      Munculnya persaingan untuk maju.
4.      Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu tidak akan laku dipasar.
5.      Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba.
Kelemahan dari sistem ekonomi antara lain :
1.      Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan.
2.      Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal.
3.      Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat.
4.      Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasisumber daya oleh individu.
5.      Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat bilamana birokratnya korup.

Penerapan Ekonomi Liberal
·         Amerika Serikat
Sebenarnya, liberalisme yang dianut oleh AS, sebagaimana yang ditekankan oleh Wilson dan Roosevelt adalah dengan menekankan kerja sama serta kolaborasi timbal balik dan usaha individu, bukan dengan membuat ancaman dan pemaksaan sebagai untuk pemecahan permasalahan politis baik di dalam maupun luar, sepertinya dianut oleh Presiden AS saat ini, George W Bush. Suatu paham liberal di AS itu mungkin seperti institusi dan prosedur politis yang mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari agresi oleh yang kuat, dan kebebasan dari norma-norma sosial bersifat membatasi. Karena sejak Perang Dunia II, liberalisme di AS telah dihubungkan dengan liberalisme modern, pengganti paham ideologi liberalisme klasik.
·         Eropa
Sebagai aksi dan reaksi penentangan komunisme, Eropa membuat suatu paham yang berterminologi politis (termasuk "sosialisme" dan " demokrasi sosial"). Tapi, mereka tidak bisa memilih AS dengan pahamnya tersebut, dikarenakan pada saat itu Eropa belum begitu mengenal liberalisme yang dianut oleh AS. Tapi beberapa tahun kemudian barulah Eropa menyadari bahwa liberalisme yang dianut oleh AS. Hal itu mendorong Eropa ke suatu kebebasan individu tersendiri yang akhirnya memperbaiki keadaan ekonomi mereka tersendiri. Liberalisme di Eropa mempunyai suatu tradisi yang kuat. Di negara-negara Eropa, kaum liberal cenderung menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum liberal, atau sebagai radical centrists yang democratic.


B.     Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran merupakan sistem yang menunjukkan peran pemerintah dan swasta dalam mangatasi masalah ekonomi sehingga tidak terjadi penguasaan secara penuh dari sekelompok orang atas sumber-sumber ekonomi. Sistem ekonomi campuran juga disebut sebagai demokrasi ekonomi, welfare state, atau keynesianisme.
Dalam sistem ekonomi campuran, tujuan campur tangan peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian adalah untuk mengoreksi distorsi ekonomi. Diakuinya hak kepemilikan pribadi dalam sistem ekonomi campuran ini tidak membuat semua faktor produksi yang vital / penting juga bisa menjadi kepemilikan pribadi karena kepemilikan faktor produksi yang vital akan  tetap diatur dan diawasi oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah akan memberikan jaminan sosial serta mengupayakan pemerataan distribusi pendapatan. Tentang penetapan harga, walaupun harga-harga ditentukan oleh mekanisme pasar, namun bila diperlukan pemerintah juga perlu mengadakan pengawasan serta koreksi terhadap harga-harga tersebut.
Ciri-ciri sistem ekonomi campuran adalah sebagai berikut:
a.     Pihak swasta juga melakukan kegiatan ekonomi, tetapi sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikelola oleh pemerintah.
b.      Sebagian interaksi ekonomi terjadi di pasar, namun pemerintah masih ikut campur tangan dengan kebijakan ekonominya. Misalnya untuk melindungi konsumen, pemerintah menggunakan kebijakan harga atas (ceiling price). Untuk melindungi produsen, pemerintah menggunakan kebijakan harga dasar (floor price). Jadi, campur tangan pemerintah dilakukan untuk menyehatkan kehidupan ekonomi, mencegah terjadinya monopoli, serta mencegah dan mengatasi jika terjadi krisis ekonomi.
c.      Adanya persaingan dalam kegiatan ekonomi, tetapi tidak mengarah ke persaingan yang merugikan karena diawasi pemerintah.
Dalam demokrasi ekonomi harus dihindari ciri-ciri negatif berikut ini:
a.       Sistem persaingan bebas. Sistem ini menunjukkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain. Selain itu, sistem ini akan menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktur posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
b.      Sistem etatisme. Sistem ini memberikan kesempatan negara beserta aparaturnya untuk bersifat dominan. Selain itu, sistem ini mendesak dan mematikan potensi, kreasi, dan inisiatif unit ekonomi di luar sektor negara.
c.     Monopoli dan persaingan tidak sehat. Pemusatan kekuatan ekonomi dalam bentuk monopoli harus dihindari karena dapat merugikan masyarakat. Selain itu, juga akan menimbulkan kesenjangan ekonomi.


Sejarah Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Masa Orde Baru

A.    Sebelum Kemerdekaan
·         Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
1.      Hak mencetak uang
2.      Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3.      Hak menyatakan perang dan damai
4.      Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5.      Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
·         Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
a.       Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
b.      Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c.       Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
·         Cultuurstelstel (sistem tanam paksa)
Mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
·         Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a.       Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b.      Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c.       Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
·         Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
B.     Orde Lama
·         Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950), keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
o   Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
o   Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
o   Kas negara kosong.
o   Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
·         Masa Demokrasi Liberal (1950-1957) disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a)      Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)      Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)      Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)     Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e)      Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
·         Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967) sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
o   Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
o   Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
o   Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.


http://onlinebuku.com/2009/03/06/sejarah-perekonomian-indonesia/