KONTROVERSI MOBIL MURAH
LOW
COST GREEN CAR
(LCGC)
Nama : Tri Winarti
Kelas : 3EB02
NPM : 27211177
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
DEPOK
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
kontroversi yang terjadi sekitar adanya mobil murah atau low cost green car (LCGC).
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Depok,
Oktober 2013
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sulitnya menjaga kestabilan ekonomi di suatu Negara,
terutama Indonesia. Belum kelar masalah naiknya harga dollar rupiah, malah
membuat banyaknya dampak dampak ekonomi yang lain bermunculan. Contohnya mobil
murah atau LCGC (low cost green car) ini. Para pengusaha otomotif bersaingan
memunculkan mobil LCGC mereka karna pemerintah pusat lah yang memberlakukan
dengan dalih salah satu usaha untuk menaikkan ekonomi Negara. Banyak pro dan
kontra pun terjadi terhadap para konsumen yang merasa diuntungkan dengan harga
mobil murah yang terjangkau ini, tidak sedikit yang rela memakai bahan bakar
Pertamax pun karna bahan bakar mobil LCGC ini sangatlah irit. Namun banyak juga
yang tidak setuju karna akan menambah banyaknya kendaraan pribadi dijalanan
yang mana akan berdampak kepada makin macetnya jalanan di Jakarta
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulis menuliskan makalah ini
selain karna untuk menyelesaikan tugas dari salah satu mata kuliah yang
dijalankan, juga untuk memberikan informasi atau menambah pengetahuan pembaca
akan mobil murah LCGC.
BAB
2
PEMBAHASAN
Baru
baru ini pemerintah pusat memberlakukan adanya mobil murah ramah lingkungan
atau Low Cost Green Car (LCGC).
Dengan ditetapkannya konsep LCGC pemerintah tersebut, produsen yang mengikuti
program tersebut pun memang didesak untuk mengembangkan model baru yang
dikhususukan untuk mobil murah.
Ada
tiga model dari produk LCGC ini yang sudah diterbitkan. Astra Toyota dan Astra Daihatsu
mengeluarkan Agya dan Ayla yang mana adalah produk benar benar baru yang
diciptakan khusus sesuai karakter serta kebutuhan masyarakat Indonesia.
Sedangkan Honda mengeluarkan Brio Satya yang adalah model lama namun dibuat
versi LCGC. Harga dari Agya dikisarkan
dengan harga Rp99.900.000 hingga Rp120.750.000, sedangkan Ayla dipasarkan
dengan harga Rp76.500.000 hingga Rp.114.150.000, dan Biro Satya berada di
kisaran Rp106.000.000 hingga Rp117.000.000.
Baru
saja dipasarkan pada 24 September lalu mobil murah ini pada ajang pameran
otomotif Indonesia International Motor Show 2013 (IIMS) di Jiexpo Kemayoran,
Jakarta, mobil ini langsung dipenuhi oleh pengunjung dan peminat yang datang.
Dengan ukurannya yang kecil dan irit bahan bakar, banyak peminat yang langsung
memesan pun harus menunggu antrian pesanan.
Saat ini competitor terkuat adalah Agya dan Brio Satya, meski dari
kapasitas mesin Honda Brio Satya lebih unggul yakni 1.200cc dibanding Agya yang
hanya 1.000cc. Agya lebih unggul karena tersedia varian matik, sedangkan Brio
Satya hanya ada transmisi manual. Namun begitu, keduanya sama-sama dilengkapi
dengan airbag (kantung udara).
Awal
mula sasaran mobil murah ini adalah masyarakat pedesaan yang menginginkan
transportasi yang murah, handal, dan bisa dipakai di medan pedesaan. Tapi mau
bagaimanapun, fakta sudah terjadi Jakarta lah yang paling banyak sudah memesan
mobil LCGC ini. Tahun ini produsen memproduksi 30-40ribu unit mobil murah. Agya
dan Ayla mengaku sudah mendapat pesanan 23ribu unit, antara 65% hingga 75%
pemesan itu berasal dari Jabodetabek.
Kehadiran
LCGC menuai kontroversi saat sejumlah kepala daerah seperti Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo, Walikota Bandung Ridwan Kamil, dan Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo menolak kehadiran mobil LCGC ini. Mereka beranggapan ini akan
memperparah kemacetan dan membebani subsidi bahan bakar minyak (BBM). Wakil
Presiden Boediono berkukuh mengatakan mobil murah ini “hanya” menambah 3%
kendaraan yang ada saat ini, kemacetan tak boleh diatasi dengan mengorbankan
kepentingan industri yang dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi.
Kemacetan
merupakan masalah besar bagi DKI Jakarta, Jakarta telah menyiapkan 6 langkah
untuk menanggulangi kemacetan tersebut, yakni sebagai berikut:
·
Sistem bayar untuk masuk jalanan
tertentu (electronic road pricing
atau ERP)
·
Menaikkan tarif parkir di pusat kota
·
Pembatasan penggunaan mobil dengan nomor
ganjil-genap
·
Membangun mass rapid transit (MRT)
·
Monorel
·
Serta memperbaiki busway
Ada
lagi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempunyai jurus jitu
mengantisipasi kehadiran mobil murah di Ibu Kota. Dia menjelaskan, Pemerintah
Provinsi DKI akan meminta Kementrian Keuangan untuk memasukkan syarat pajak
penghasilan dalam setiap pembelian mobil, terutama mobil murah. Setiap orang
yang mampu membeli mobil seharga Rp 100 juta, atau berarti berpenghasilan di
atas Rp 50 juta-Rp 100 juta per tahun, akan dikenai pajak sebesar 20 persen
dari pajak penghasilannya.
Kebijakan
tersebut, kata dia, telah sesuai dengan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Peraturan itu menyebutkan, penghasilan di
atas Rp 50 juta-Rp 250 juta per tahun dikenai pajak sebesar 15 persen. Kemudian
penghasilan di atas Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenai pajak 25 persen, dan
penghasilan di atas Rp 500 juta dikenai pajak hingga 30 persen.
Sementara
itu dari setiap pajak yang dibayarkan tersebut, Pemprov DKI memperoleh komisi
20 persen yang masuk ke dalam kas pendapatan daerah. "Kan, lumayan buat
beli bus gratis. Yang jelas dari Rp 30 juta yang sudah dibayar, kami dapat 20
persen. Artinya, Rp 6 juta masuk kantong kas pemda," ujarnya.
Dengan itu, apabila ada 10.000 orang yang membeli
mobil, dan pajak yang dikenakan adalah Rp30.000.000 dari penghasilan Rp100.000.000
per tahun, artinya pemerintah mendapatkan pendapatan Negara sebesar
Rp60.000.000.000. “Jadi begini, Pak Gubernur sudah bilang, kita tidak akan
menaikkan macam-macam sebelum transportasi umum nyaman dan banyak. Cuma kasus
mobil murah ini, transportasi umumnya belum datang, dia datang duluan. Ya sudah
kita sikat dengan pajak gitu,” tutur Basuki.
Selain akan terus mengejar pajak mobil murah,
Basuki mengatakan Pemprov DKI akan berupaya mematangkan sistem electronic road pricing (ERP), dengan
tarif yang tinggi. Alternatif berikutnya, jangan sampai para pemilik mobil
murah itu tidak memiliki garasi di rumahnya. Akibatnya, mobil mereka terparkir
di pinggir jalan raya. Apabila hal itu terjadi, Basuki menjamin pihak Dinas
Perhubungan DKI Jakarta akan mencabut pentil ban mobil tersebut.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan
banyaknya pesanan mobil murah LCGC ini, tidak dapat dipungkiri jalanan akan
makin dipenuhi kemacetan jika mobil-mobil ini sudah sampai ke tangan para
konsumen. Namun jika memang upaya pemerintah dengan mengeluarkan mobil LCGC ini
akan menaikkan ekonomi Negara, maka sebaiknya pemerintah pun melaksakan upaya
pencegahan dari dampak usaha mereka ini.
3.2 Saran
Jika Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta ingin mengimbangi pembelian mobil murah, transportasi
publik harus dibenahi. Dimulai dari pelayanan bus Transjakarta yang harus
diperbagus, pembangunan monorel dan MRT dipercepat, hingga penerapan sistem
genap-ganjil dan jalan berbayar
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar